Sabtu, 15 September 2012

HIDUP PENUH SYUKUR


Baca: Efesus 5:18-21


Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita. (Efesus 5:20)


Bacaan Alkitab Setahun:
Daniel 10-12


Fanny Crosby menulis lebih dari 8.000 lagu rohani. Meskipun buta sejak usia 6 minggu, ia tidak mempersalahkan Tuhan atas hal itu. Suatu kali seorang hamba Tuhan berkata kepadanya, “Sayang sekali ya, Sang Pencipta tidak memberi Anda penglihatan, padahal Dia memberikan banyak sekali karunia lain pada Anda.” Fanny menjawab, “Tahukah Anda, seandainya pada saat lahir saya bisa mengajukan permohonan, saya akan meminta agar dilahirkan buta?” Hamba Tuhan itu terkejut. “Mengapa?” tanyanya. “Karena bila saya naik ke surga nanti, wajah pertama yang akan saya lihat adalah wajah Sang Juru Selamat!” Sungguh sebuah hati yang berlimpah dengan rasa syukur.

Paulus mendorong jemaat di Efesus agar hidup sebagai anak Tuhan, antara lain dengan mengucap syukur atas segala sesuatu (ayat 20). Mengucap syukur “atas segala sesuatu” bukan nasihat yang mudah mengingat kesesakan yang sedang dialami sendiri oleh Paulus saat menulis surat ini (lihat pasal 3:13). Bagi Paulus, mengucap syukur merupakan bagian proses pertumbuhan anak-anak Tuhan untuk menjadi makin serupa dengan Kristus. Mengucap syukur tidak hanya menunjukkan seseorang mengalami berkat Allah, tetapi juga menunjukkan kepercayaan yang penuh kepada Allah, yakin bahwa Dia tahu yang terbaik.

Bagaimana dengan ucapan syukur dalam hidup kita? Mengucap syukur atas segala sesuatu berarti lebih dari sekadar ungkapan sukacita, ucapan syukur kita menjadi ungkapan iman bahwa di dalam segala keadaan Allah senantiasa bekerja, berkarya, dan memberikan yang terbaik.—BER
SALAH SATU TOLOK UKUR PERTUMBUHAN ROHANI
ADALAH HIDUP YANG BERSYUKUR DALAM SEGALA SITUASI

Jumat, 14 September 2012

SABAT UNTUK MANUSIA


Baca: Markus 2:23-28


Lalu kata Yesus kepada mereka, “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat.” (Markus 2:27)


Bacaan Alkitab Setahun: 
Daniel 7-9


Meski memahami bahwa Sabat dirancang Tuhan sebagai hari perhentian, bagi banyak orang kristiani yang aktif di gereja, Sabat justru hari yang melelahkan. Ada banyak pelayanan atau acara gereja yang dilangsungkan pada hari itu. Akibatnya, bukan berkat Tuhan yang dirasakan, tetapi setumpuk kepenatan.

Masalah ini bukan masalah baru. Sibuk di hari Sabat sudah biasa bagi para imam di zaman Perjanjian Lama. Hal ini dikutip Yesus untuk menegur orang Farisi yang menghakimi para murid-Nya (ayat 23-24). Orang Farisi sibuk dengan berbagai larangan, namun mengabaikan maksud Tuhan sendiri atas hari Sabat. Jelas menurut Yesus, Tuhan merancang Sabat bukan sebagai aturan yang memberatkan (ayat 27). Sabat ditetapkan Tuhan untuk kebaikan manusia, sehingga dapat beristirahat dan menikmati berkat Tuhan secara khusus (bdk. Kejadian 2:1-3, Keluaran 20:8-11). Tindakan orang Farisi menyempitkan makna Sabat pada ritual dengan banyak aturan, padahal Sabat menunjukkan hati Tuhan yang begitu mengasihi ciptaan-Nya, termasuk para murid yang sedang butuh makanan.

Apakah Sabat menjadi beban atau sukacita bagi Anda? Apakah yang menjadi fokus Sabat Anda: Kristus atau ritual ibadah dan pelayanan? Jika hari Minggu adalah hari yang “sibuk” bagi Anda, pikirkanlah satu hari perhentian lainnya sebagai hari di mana Anda benar-benar dapat beristirahat dan menikmati Tuhan secara khusus. Alkitab menyebutkan satu dari enam hari haruslah dikuduskan sebagai hari Sabat. Entah itu hari Sabtu, Minggu, Senin, atau hari lainnya, yang terutama adalah Tuhan menjadi pusat dan sumber sukacita kita, bukan yang lain.—MEL
SABAT ADALAH PERINGATAN AKAN KASIH TUHAN
YANG MENYELAMATKAN DAN MEMBAWA SUKACITA

SABAT UNTUK TUHAN


Baca: Keluaran 20:1-17


Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat ... hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan, Allahmu... (Keluaran 20:8, 10)


Bacaan Alkitab Setahun:
Daniel 4-6


Orang bisa berdebat apakah Sabtu atau Minggu adalah Sabat yang dimaksudkan oleh Alkitab. Namun, tidak diragukan, kedua hari itu adalah hari yang paling banyak digunakan orang untuk berbelanja, pesiar, nonton, kumpul keluarga, dan hal-hal lain demi “menyegarkan diri”, yang sulit dilakukan pada hari kerja. Tidak salah bukan? Bukankah Sabat berarti beristirahat? Tuhan sendiri yang memerintahkannya.

Tapi ada yang menarik dalam perintah Tuhan ini. Ayat 10 mengatakan bahwa umat Tuhan harus menguduskan hari Sabat sebagai hari milik-Nya, dalam terjemahan BIS: hari istirahat yang khusus untuk Tuhan. Jadi, Sabat bukan waktu istirahat tanpa tujuan, melainkan waktu istirahat yang dikhususkan untuk berfokus pada Tuhan. Tuhan sendiri beristirahat jelas bukan karena kelelahan. Dia berhenti dan melihat segala yang diciptakan-Nya sungguh amat baik, lalu secara khusus memberkatinya (ayat 11, bdk. Kejadian 2:1-3). Tuhan menghendaki ciptaan-Nya punya waktu istirahat yang khusus untuk mengingat semua karya dan anugerah-Nya; juga memercayakan diri pada pemeliharaan-Nya sekalipun ada satu hari yang tidak digunakan untuk bekerja.

Bagaimana selama ini kita melewatkan hari Sabat? Bisa jadi kita terlihat beribadah di gereja, namun kita sedang tidak terarah pada Tuhan. Bisa jadi kita punya banyak aktivitas yang menyenangkan guna mengistirahatkan otak dan badan yang penat, tetapi kita melupakan sama sekali Tuhan, Sang Pemilik hari Sabat. Bisa jadi kita berlibur, tapi sarat kekhawatiran takut berkat Tuhan tak cukup menghidupi kita. Mari rayakan hari perhentian dengan fokus yang benar: fokus kepada Tuhan, Sang Pemilik hari Sabat.—MEL
SABAT MEMPERBARUI JASMANI DAN ROHANI KITA
AGAR SELALU SEGAR DAN SUKACITA MELAYANI TUHAN.

Rabu, 12 September 2012

BUKTI IMAN


Baca: Yakobus 2:13-26


Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? (Yakobus 2:14)


Bacaan Alkitab Setahun: 
Yoel


Kita, sebagai orang kristiani yakin bahwa kita tidak bisa dilahirkan kembali atau diselamatkan oleh karena perbuatan. Kita hanya bisa diselamatkan melalui iman kepada Yesus, Tuhan dan Juru Selamat kita. Tetapi mungkin kemudian muncul pertanyaan, “Bagaimana saya bisa tahu bahwa saya atau seseorang sudah mengalami kelahiran kembali?” Adakah bukti yang dapat terlihat secara nyata?

Yakobus memberi jawaban yang tepat. Kalau kita mencoba mencari bukti dari iman seseorang, perhatikanlah perbuatannya. Apa yang diperbuat seseorang mencerminkan apa yang diyakininya sebagai kebenaran. Jika tutur lakunya sama sekali tidak mencerminkan orang yang sudah diselamatkan, imannya patut dipertanyakan (ayat 15-17). Yakobus memberi contoh tentang Abraham dan Rahab. Kita tidak bisa membaca pikiran dan hati mereka, tetapi bisa melihat bahwa mereka memercayai Allah melalui perbuatan mereka. Abraham rela mempersembahkan anaknya kepada Allah, Rahab mempertaruhkan nyawa untuk menyembunyikan mata-mata umat Allah (ayat 21, 25).

Adalah wajar kalau kita sendiri atau seseorang meragukan iman kita karena menemukan tindakan kita yang tidak menunjukkan buah pertobatan. Kalau kita secara konsisten berkanjang dalam dosa dan tidak merasa resah dengan ketidaktaatan kita, maka kita perlu waspada. Bandingkanlah bagaimana tutur laku dan kebiasaan-kebiasaan kita sebelum dan sesudah menerima Kristus. Perbuatan-perbuatan apa saja yang menunjukkan bahwa kita telah diselamatkan dan diubahkan oleh kasih karunia Kristus?—BWA
HANYA OLEH KARENA IMAN SESEORANG DAPAT DISELAMATKAN.
HANYA MELALUI KETAATAN KEPADA ALLAH IMAN SESEORANG DAPAT DIBUKTIKAN.

Selasa, 11 September 2012

NYANYIAN ALAM


Baca: Mazmur 19:1-7


Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya. (Mazmur 19:2)


Bacaan Alkitab Setahun: 
Yehezkiel 46-48


Apa buktinya Allah ada?” selalu menjadi topik hangat dalam diskusi keagamaan. Ini bukan saja pertanyaan yang muncul dari mereka yang tidak percaya adanya Allah, namun juga dari kalangan yang memercayai adanya Allah. Logika berpikir yang sangat mendasar untuk menjawabnya adalah: segala ciptaan ada karena ada penciptanya. Makin rumit suatu ciptaan, makin hebat pula penciptanya.

Logika inilah yang juga dipakai pemazmur dalam merenungkan keberadaan Allah. Ia melihat betapa Allah meninggalkan sangat banyak jejak dan bukti tentang keberadaan-Nya melalui alam semesta. Percaya bahwa langit, matahari, dan segala kompleksitas alam di sekitar kita itu ada dengan sendirinya adalah sebuah ide konyol dari mereka yang menekan bisikan nurani. Keindahan, kemegahan dan keteraturan jagat raya menyiratkan ada arsitek agung di baliknya. Buah karya Allah, yaitu bumi dan segala isinya adalah salah satu cara Allah untuk membisikkan keberadaan-Nya.

Keberadaan alam semesta tidak hanya layak menjadi alat pembuktian namun sepantasnya menimbulkan pesona dan hormat kepada Sang Pencipta. Kalau langit saja bisa menceritakan pekerjaan Tuhan yang mulia, betapa lebih lagi kita sebagai ciptaan-Nya yang paling agung, yang dibuat seturut gambar-Nya. Sudah selayaknya kita juga menjadi pencerita kemuliaan-Nya dan pemberita pekerjaan tangan-Nya. Seberapa besar kekaguman kita kepada-Nya dan seberapa banyak cerita hidup kita menjadikan orang kagum kepada-Nya?—PBS
KETIKA KITA TERPESONA TERHADAP ALAM SEMESTA,
NYATAKAN KEKAGUMAN KEPADA PENCIPTA-NYA.