Minggu, 23 Oktober 2011

Survei: Publik Makin Tak Puas SBY-Boediono



"Angka kepuasan Januari 2010 (70%), Oktober 2010 (62%), dan Oktober 2011 sebesar 53%".

Anggi Kusumadewi, Syahrul Ansyari
Aksi demonstrasi dua tahun pemerintahan SBY-Boediono, Kamis 20 Oktober 2011 (VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis)

 Setelah beberapa waktu lalu Lingkaran Survei Indonesia mengeluarkan rilis survei yang menunjukkan meningkatnya ketidakpuasan publik terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono, kini giliran lembaga riset Jaringan Suara Indonesia (JSI) yang merilis hasil survei serupa.

JSI menyatakan, selama dua tahun pemerintahan SBY-Boediono, tingkat kepuasan publik terus melemah. Berdasarkan penelitian mereka, terdapat 53,2 persen responden yang menyatakan sangat puas atau cukup puas kepada SBY, dan terdapat 44,8 persen responden yang menyatakan sangat puas atau cukup puas terhadap Boediono.

Temuan tersebut, menurut JSI, menunjukkan tren penurunan. “Sejak Januari 2010 sampai Oktober 2011, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja presiden dan wakil presiden terus mengalami penurunan. Angka kepuasan pada Januari 2010 sebesar 70 persen, Oktober 2010 sebesar 62 persen, dan Oktober 2011 ini tinggal 53,2 persen,” kata Direktur Eksekutif Jaringan Suara Indonesia, Widdi Aswindi, dalam konferensi pers di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu 23 Oktober 2011.

Berdasarkan Survei JSI yang bertema ‘Evaluasi Dua Tahun Pemerintahan SBY dan Preferensi Pilihan Parpol dan Presiden’ itu, publik menilai bahwa pemerintahan SBY dan Boediono masih belum bisa keluar dari persoalan ekonomi dan hukum. Pencapaian pemerintah di dua bidang itu, jelas Widdi, dinilai masyarakat masih buruk.

Porsi terbesar ketidakpuasan publik pada sektor hukum, menurut Widdi, adalah pada kasus-kasus korupsi, yakni mencapai angka 61,8 persen. Ada pula kasus-kasus spesifik yang mendapat perhatian dari masyarakat.
“Kasus yang menyita publik dan secara langsung dikaitkan dengan kemampuan pemerintahan adalah kasus Century mendapat porsi 73,1 persen, kasus suap Wisma Atlet SEA Games 65,1 persen, dan kasus kecelakaan kapal di sejumlah perairan 61,9 persen. Kasus-kasus tersebut dianggap tidak ditangani dengan baik dan tuntas,” papar Widdi.

Berbagai kasus itu, dia melanjutkan, diperparah dengan tidak terealisasinya janji kampanye SBY dan Boediono pada pemilu 2009. Semua hal itu semakin melemahkan kepuasan publik terhadap pemerintahan SBY dan Boediono. JSI mencatat, dari 15 janji kampanye SBY-Boediono, setidaknya delapan di antaranya memperoleh angka merah karena tidak terealisasi.

Kedelapan janji kampanye SBY-Boediono yang tidak terealisasi itu, kata Widdi, adalah soal pemeliharaan lingkungan hidup, peningkatan ketahanan pangan, pemerataan pembangunan daerah, pembangunan perumahan rakyat dan rusun, reformasi birokrasi dan pemberantasan KKN, peningkatan kesejahteraan rakyat, pengurangan jumlah penduduk miskin, dan pengentasan pengangguran.

Lebih jauh, Widdi menjelaskan, walaupun mayoritas publik, yakni 55,5 persen, masih meyakini kemampuan Presiden SBY dalam menangani persoalan bangsa, namun 50,4 persen di antara mereka terlanjur kecewa dengan harapan yang kadung mereka sematkan pada pemerintah selama dua tahun terakhir ini.

“Selama dua tahun terakhir, duet SBY-Boediono tidak memiliki tim kerja yang kuat dalam kabinet. Sekitar 43,7 persen responden beranggapan, anggota kabinet yang dilantik pada 2009 tidak layak menduduki posisinya,” ujar Widdi.

Survei JSI ini digelar pada 10-15 Oktober 2011, dengan jumlah responden sebanyak 1.200 orang. Teknik survei yang digunakan adalah multistage random sampling dengan wawancara tatap muka langsung, menggunakan kuesioner. Margin of error sebanyak 2,9 persen.

“Intinya, sekarang adalah saat yang tepat untuk melakukan evaluasi dan koreksi terhadap pemerintah, untuk mengantisipasi tantangan ke depan,” ucap Widdi. (art)
• VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar