Senin, 14 November 2011

Akar Pasak Bumi untuk Obat Malaria



indoherbstore.com

 Peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada mempelajari akar pasak bumi untuk dijadikan obat antimalaria. Penelitian yang sudah berlangsung selama 10 tahun ini tengah dilakukan uji coba pada tubuh manusia.
"Masih dibuktikan keefektifan dan keamanan obatnya," ungkap Dr Eti Nurwening Sholikhah, salah satu peneliti.
Rencananya, penelitian ini akan dipaparkan dalam simposium internasional tentang perkembangan mutakhir pengobatan biomedis dari molekuler hingga aplikasi pada 17-18 November di Auditorium FK UGM. Simposium akan dihadiri 51 peneliti dari bidang ilmu kedokteran, biologi, material, dan informasi dari beberapa negara, di antaranya Indonesia, Jepang, Malaysia, dan Perancis.
"Simposium ini adalah sebagai ajang tukar pengalaman tetapi juga bertujuan untuk memperkuat jaringan penelitian dan kolaborasi," katanya.
Lima tema besar yang dipanelkan dalam simposium tersebut adalah penyakit degeneratif, penyakit infeksi, kesehatan reprosuksi, perkembangan obat, serta nutrisi dan gizi.
Peneliti Patologi Klinik FK UGM, dr Elizabeth Henny Herningtyas, menambahkan, simposium ini untuk merespons berbagai penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia seperti penyakit TBC, malaria, dan HIV/AIDS.
Dalam sepuluh tahun terakhir, morbiditas yang disebabkan oleh penyakit degeneratif, seperti kanker, penyakit jantung, gangguan metabolisme, dan ketergantungan tembakau, telah meningkat secara signifikan.
Perubahan penyakit dari sebelumnya lebih didominasi penyakit tidak menular menjadi menular akibat adanya perubahan lingkungan, sosial ekonomi, demografi, dan sosial budaya.
Menurut Elizabeth, untuk mengatasi morbiditas akibat penyakit menular diperlukan penelitian translasi melibatkan penelitian dalam ilmu kedokteran dasar, termasuk pada tingkat molekuler, ilmu kesehatan masyarakat serta klinis.
Meski kemajuan tiap negara dalam bidang ilmu biomedis berbeda, tetapi kolaborasi diharapkan dapat terjalin. "Kolaborasi ini akan meningkatkan tidak hanya kualitas penelitian, tetapi juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pendidikan, serta jaringan," katanya. (Olivia Dwi Pramesti)
Sumber :
National Geographic Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar