Jumat, 18 November 2011

Depdagri Terus Usut Kasus Seks di STPDN

BANDUNG, (PR).- Isu tindakan asusila dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh praja IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri) mendapat tanggapan dari Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia (Depdagri).
Dalam siaran pers yang diterima “PR”, Senin (8/11), disebutkan kasus tindakan asusila, pelecehan seksual yang dilakukan oleh praja dan pemukulan yang dilakukan oleh pengasuh saat ini sudah ditangani oleh Inspektorat Jenderal Depdagri.
Di dalam surat yang ditandatangani oleh Kepala Pusat Penerangan Depdagri, Drs. Ujang Sudirman, atas nama Sekretaris Jenderal Depdagri ditegaskan, pihak Depdagri maupun IPDN tidak akan menolerir tindakan pelanggaran disiplin di sekolah kedinasan yang ada di lingkungan Depdagri, baik itu pelanggaran disiplin, perkelahian, tindak kekerasan, tindak asusila maupun tindak pidana.



Berkaitan dengan kasus tindak asusila yang dilakukan empat nindya praja IPDN di sebuah hotel di kawasan Kemang Jakarta, dijelaskan bahwa pihak IPDN telah melakukan pemeriksaan terhadap empat praja tersebut. Bahkan, juga dilakukan pemeriksaan secara medis oleh poliklinik IPDN di Jakarta dan Rumah Sakit Fatmawati Jakarta.
Sebagai tindak lanjutnya, demikian tertulis, kasus tersebut telah ditangani dan didalami oleh Inspektorat Jenderal Depdagri untuk memudahkan penjatuhan hukuman disiplin praja, sesuai dengan Peraturan Kehidupan Praja (Perdupra) IPDN, Kepmendagri No. 19 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Selain itu, juga dijelaskan oleh Depdagri, dua pengasuh yang melaporkan pelanggaran disiplin tersebut bukan dipecat, melainkan tidak aktif lagi sebagai pengasuh karena yang bersangkutan sudah habis masa tugasnya.
Mengenai dugaan kasus pelecehan seksual terhadap dua wanita muda praja oleh seorang purna praja yang sedang menempuh pendidikan di Magister Administrasi Pemerintahan Daerah (MAPD), pihak Inspektorat Jenderal Depdagri juga sudah turun tangan. Kasus tersebut kini sedang dalam tahap pendalaman dan pemeriksaan.
Sedangkan untuk kasus pemukulan yang dilakukan oleh pengasuh kepada praja, Depdagri menjelaskan, kasus tersebut sudah diproses dan pelakunya sudah dikenakan sanksi disiplin.
Seperti diberitakan sebelumnya, kasus pelecehan seksual, tindakan asusila dan pemukulan yang terjadi di IPDN mencuat pada saat upacara pelantikan Muda Praja IPDN Angkatan XVI Tahun Akademik 2004-2005. Seorang sumber dari kalangan internal IPDN yang membeberkan tiga peristiwa itu kepada wartawan.
Sumber “PR” tersebut mengatakan, kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang purna praja terhadap dua wanita muda praja itu sebenarnya sudah diketahui oleh lembaga IPDN.
Namun, demikian sumber tersebut mengatakan, kasus tersebut diselesaikan secara kekeluargaan antara pelaku dengan orang tua korban. Sumber tersebut juga mengatakan, pelaku pelecehan seksual itu sudah mendapatkan sanksi dari MAPD sebagai tempatnya belajar, dengan tidak diizinkan mengikuti ujian sesuai jadwal.
Akan tetapi, ketika dikonfirmasi, Senin (8/11), kalangan pejabat IPDN sendiri masih belum mau berkomentar. Pelaksana Tugas (Plt) Rektor IPDN, Dr. Sudarsono mengatakan belum mendapatkan laporan tentang kasus itu.
Ketika ditanya sanksi seperti apa yang dapat dijatuhkan terhadap para pelaku pelanggaran, Sudarsono mengatakan tidak berkompeten menjawab pertanyaan itu dan mempersilakan “PR” untuk bertanya kepada Ketua STPDN/Plt Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan, I Nyoman Sumaryadi. Namun hingga berita ini diturunkan, I Nyoman Sumaryadi belum dapat dihubungi karena telefon selulernya tidak aktif.

Salinan BAP

Sementara itu, dari Sumedang dilaporkan, Kepolisian Resort (Polres) Sumedang, akhirnya menindaklanjuti dugaan kasus cabul yang dialami dua gadis muda praja Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) Jatinangor.

Sebagai langkah awal, Senin (8/11), anggota polisi berangkat ke STPDN untuk memintakan salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang sempat dibuat di intern lingkungan kampus kedinasan itu.
Kapolres Sumedang AKBP Drs. Yoyok Subagiono, S.H.,M.Si., menugaskan dua anggota reskrim untuk memintakan salinan BAP yang diduga sempat “ditutup” dan kini menjadi opini publik itu. Kasus cabul dua gadis saat masih calon praja (capra) itu diduga dilakukan oleh purna praja yang sedang menempuh Program Magister Administrasi Pemerintahan Daerah (MAPD) di STPDN.
Sumber petugas di Mapolres Sumedang mengakui, kasus tersebut belakangan memang telah menjadi opini publik, karena sempat diangkat sejumlah media massa. Hanya, dalam kasus tersebut polisi tidak dapat bergerak seketika layaknya penanganan kasus pidana murni atau tindak pidana umum.
Pasalnya, kasus cabul merupakan delik aduan, dan sejauh ini kejadian tersebut belum pernah dilaporkan secara resmi ke Polres Sumedang. Kalaupun sempat di BAP, itu hanya dilakukan untuk kepentingan internal lembaga.
Kapolres Sumedang, Yoyok Subagiono, S.H.,M.Si., saat dikonfirmasi, membenarkan, pihaknya berusaha proaktif dalam menyi kapi persoalan yang diangkat media massa itu, Untuk langkah awal, telah menugaskan anggotanya berangkat ke STPDN untuk memintakan salinan BAP kasus tersebut.
“Tadi siang kita tugaskan anggota untuk meminta salinan BAP. Sejauh ini, kita belum tahu kronologis kejadian maupun kebenaran kasus itu. Jadi kita akan pelajari dulu isi BAP itu,” katanya, kemarin sore.
Menurut Yoyok, setelah materi dalam salinan BAP itu dipelajari dan kasus itu benar adanya, langkah selanjutnya, pihaknya akan menyarankan korban untuk melaporkan kejadian itu ke polisi. “Kita akan pastikan dulu dari BAP, kalau kasus itu benar-benar terjadi. Kalau sudah pasti dan jelas, langkah selanjutnya akan kita sarankan korban untuk melapor. Karena, kita tidak bisa memproses tanpa laporan dari pihak korban,” ujarnya.
Namun, polisi yang ditugaskan ke STPDN, diduga mengalami kesulitan mendapatkan salinan BAP, karena kampus STPDN sudah diliburkan dan akan masuk kembali bulan Januari 2005 – 2007 mendatang. Hingga petang kemarin, dua anggota yang ditugaskan ke STPDN, belum juga kembali ke mapolres.
“Sampai sekarang anggota kita belum kembali. Memang, untuk mendapat salinan BAP itu, harus bisa bertemu dengan Pak Wahidin (Humas STPDN-red),” ungkap Kasat Reskrim, AKP Ahmad S. Ridwan, saat dihubungi petang kemarin.

Diperiksa bagian vitalnya

Seperti diberitakan sebelumnya, kedua gadis muda praja berinisial Mar dan Rik (saat itu masih calon praja/capra), itu, berasal dari sebuah provinsi di Pulau Sumatra. Sedangkan pelaku yang diduga melakukan cabul terhadap dua gadis itu, yakni Sof yang juga PNS di provinsi asal daerah korban.
Sof yang purna praja dan telah mengenal situasi dan medan kampus STPDN, memanggil dua korbannya itu dan memperkenalkan diri dengan nama Edi Purwanto. Saat itu, Sof mengaku menerima perintah dari Kepala Biro Kepegawaian Pemda asal kedua korban untuk memeriksa kesehatan fisik kedua gadis itu sebelum mengikuti Latsarmil di Pusdikter Cimahi.
Kasus cabul itu terjadi pada hari Minggu awal Oktober 2004, di salah satu ruangan poliklinik STPDN. Dengan dalih pemeriksaan fisik itulah, kedua korban diminta melucuti seluruh pakaiannya. Kedua korban, dengan reaksi ketakutan namun tidak dapat menolak seniornya tersebut.
Saat itu diperiksa secara khusus oleh tersangka di ruangan poliklinik yang sedang sepi. Pemeriksaan itu pun, kemudian dilakukan pada dua bagian tubuh paling vitalnya yang biasanya hanya boleh dilakukan oleh petugas dengan jenis kelamin yang sama.(A-83/A-132/A-98)**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar